Cara Mudah Mendapatkan Banyak Uang dan Halal
HL |
Untuk
dapat memenuhi segala kebutuhannya, manusia tentu akan menggunakan
pikirannya. Manusia akan berusaha mencari strategi untuk memenuhi
kebutuhannya itu. Mencoba satu strategi dan mencari strategi lain,
begitulah kiat-kiatnya. Sehubungan dengan itu, aku mempunyai kisah
tersendiri tentang cara mendapatkan uang yang halal (dan syukur banyak).
Cara ini termasuk halal dan sangat dianjurkan oleh semua agama. Bahkan,
cara itu tergolong mudah. Mudah sekali. Tidak memerlukan banyak modal.
Yang diperlukan hanya ketekunan. Dapat dilakukan di mana saja. Satu cara itu adalah menulis.
Benar
dan sebenar-benarnya bahwa menulis itu akan mendatangkan uang secara
berlimpah. Banyak orang masih mencibir seraya meremehkan derajat ekonomi
penulis. Mereka masih beranggapan bahwa cara mendapatkan banyak uang
tentu dengan kegiatan yang berelevansi dengan ekonomi alias berdagang.
Memang
benar bahwa berdagang itu sudah dituntunkan oleh nenek moyang dan agama
kita. Namun, seiring dengan kemajuan peradaban manusia, ternyata
kegiatan berdagang sering pula mendatangkan kerugian bagi pedagang.
Setidaknya bagi pembeli. Banyak pedagang bangkrut alias gulung tikar.
Banyak pula pembeli tertipu oleh kualitas barang beliannya.
Nah,
kegiatan menulis tidak berbentuk seperti itu. Tulisan itu akan dihargai
begitu besar oleh orang lain, baik oleh pengelola media maupun pembaca.
oleh pengelola media (media dan penerbitan), penulis akan dihargai
setiap hurufnya. Semua hasil pekerjaan tidak tersia-sia. Semua hasil
pekerjaan akan dihargai. Oleh pembaca, penulis akan dikenangnya. Pembaca
akan selalu menghargai dan menghormati penulis dalam daftar pustaka di
akhir tulisannya. Jadi, mengapa kita tidak berpikir untuk mengubah masa
depan dengan menjadi penulis?
Sebagai
gambaran pendapatan dan jenis pekerjaannya, kegiatan menulis itu
teramat menguntungkan, baik bagi penulis, penerbit, maupun pembaca. Bagi
penulis, tentu hasil tulisannya akan dihargai sekian rupiah. Bahkan,
jumlah rupiah sering di luar akal sehat jika dibandingkan dengan wujud
(bukunya).
Bagi
penerbit, penulis telah berpartisipasi dengan program pemerintah
tentang upaya mengatasi pengangguran. Mungkin belum terpikir bahwa
penerbit itu melibatkan banyak komponen di bawahnya. Sejak proses
penyuntingan, lay out dan setting, pencetakan, pendistribusian,
dan penjualan. Nah, silakan dihitung jumlah tenaga kerja yang terlibat.
Ribuan orang! Maka, dapat dibayangkan kondisi bangsa ini jika penerbit
itu mem-PHK karyawannya. Pasti akan memunculkan dampak social yang
teramat mengerikan. Jangan pernah meremehkan orang pintar tetapi jadi
pengangguran. Seorang pengangguran intelektual itu lebih berbahaya daripada sejuta kerbau dungu.
Bagi
pembaca, tentu dirinya akan membutuhkan buku-buku berkualitas untuk
mendukung profesinya. Jika masih menjadi siswa/ mahasiswa, buku adalah
menu wajib agar menjadi pintar. Jika sudah bekerja, buku akan mendukung
kariernya. Jika menjadi ibu rumah tangga, buku akan member pengetahuan
tentang teknik mendidik anak dalam keluarga. Intinya: apapun profesinya, buku pasti menjadi pendukung utamanya.
Berkenaan dengan itu, aku merumuskan lima jenis profesi sebagai penulis yang dapat dijadikan sumber passive income yang
cukup menarik di luar profesi wartawan. Ketiga jenis itu adalah menjadi
kolumnis, menjadi resensator, dan menjadi penulis buku.
Menjadi Kolumnis
Istilah
kolumnis digunakan untuk menyebut orang yang gemar menulis di media
cetak. Dengan kemahirannya mengolah kata untuk menjadi inspirasi,
kolumnis akan dihargai oleh pengelola media. Sebagai contoh, sebuah
artikel opini/ gagasan, tulisan itu akan dihargai berkisar Rp 250.000 –
Rp 1 juta. Jika setiap hari dapat menulis setidaknya satu artikel, tentu
itu akan menjadi pendapatan plus. Terlebih, pengiriman naskah tidak lagi menggunakan cetakan. Namun, naskah itu cukup dikirim via email. Jadi, begitu mudah dan murah. Namun, nilai penghargaannya sama.
Menjadi Resensator
Resensator
adalah orang yang suka member pertimbangan terhadap kelayakan produk,
khususnya buku. Jadi, resensator bertugas untuk member gambaran tentang
isi buku yang akan dikonsumsi calon pembaca. Tentu saja resensi itu
teramat berguna bagi pembaca. Ia dapat menentukan kelanjutan niatannya:
tetap membeli atau mencari buku lain.
Pada
umumnya, resensator akan menimbang sebuah buku dari beragam sudut
pandang: isi, keterbacaan, aktualitas, dan kebermanfaatan. Oleh karena
itu, resensator yang baik pasti mempunyai kepekaan rasa dan pikiran.
Dengan intuisinya itu, resensator akan menelaah segala hal tentang buku.
Meskipun demikian, resensi itu lebih menitikberatkan pada aspek
kelebihan daripada kekurangan. Bagaimana bias? Karena resensator tetap
menghargai segala jenis buku. Jangan mudah mencela produk orang lain jika Anda belum dapat membuat sesuatu yang lebih baik. Slogan ini selalu digunakan resensator untuk menimbang buku-bukunya.
Atas
jasanya, resensator akan dihargai oleh pengelola media. Tulisannya akan
dihargai dengan nominal rupiah. Lumayan, nilainya berkisar Rp 150.000 –
Rp 500.000. Jika bernasib baik, penerbit akan member tambahan bonus
yang jumlahnya sering melebihi honor dari media. Bahkan, penerbit juga
akan member buku-buku baru.
Menjadi Penulis Buku
Kita
masih kekurangan penulis buku. Tingkat baca masyarakat Indonesia
(katanya) terendah se-Asia. Ngeri, ya. Kita sering menyombongkan diri.
Ternyata, kita jarang membaca buku. Membaca komik, koran, dan SMS sudah
menjadi menu wajib. Membaca buku berkualitas? Tunggu dulu.
Rendahnya
minat baca itu juga disebabkan minimnya penulis buku berkualitas.
Penulis Indonesia masih terlalu dihinggapi penyakit malas. Lihatlah
perguruan tinggi. Bertumpuk hasil penelitian hanya menjadi barang rongsokan di gudang.
Berderet laporan hasil penelitian dipajang dalam sebuah lemari kaca.
Teramat disayangkan, kuncinya lemarinya hilang. Lalu, kapan hasil
laporan itu akan bermanfaat?
Jarang
dan teramat jarang hasil penelitian itu dibukukan. Sekiranya hasil
kegiatan intelektual yang berbiaya mahal itu dibukukan, tentu buku itu
akan berkontribusi terhadap peningkatan kualitas pendidikan Indonesia.
Menjadi
penulis buku dapat dimulai dari kegemaran membaca buku. Dari buku itu,
kita akan menemukan kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya menjadi nilai
tambah untuk pikiran pembaca. Kekurangannya pun akan menjadi nilai
tambah pula. Bagaimana bias?
Kekurangan
buku tersebut justru akan menghasilkan ide kreatif untuk menyusun buku
baru. Jadi, buku baru itu merupakan hasil penyempurnaan buku-buku yang
telah ada. Bagi penulis buku, ide itu dapat berasal dari semua peristiwa
di sekitarnya.
Ketika
sudah menjadi penulis buku, uang tidak lagi menjadi masalah. Penulis
buku cukup duduk manis di rumah. Sesekali penulis menelepon bank-nya.
Sudahkah royalti buku baru masuk ke rekeningnya. Tidak perlu
susah-susah. Jika ingin membantu penjualannya, penulis buku dapat
memamerkan bukunya dengan beragam cara.
Dengan
ketiga cara itu, kita akan mendapatkan banyak uang yang halal.
Janganlah kita memberi makanan kepada keluarga dari uang hasil tindakan
tak terpuji (baca: korupsi). Kasihan anak-istri kita. Mereka tidak
mengetahui asal-usul uangnya. Sementara, mereka akan menanggung risiko
dari uang haram itu. Sungguh teramat disayangkan jika kita tidak
mempedulikan kondisi itu.
Demikian tulisan ini tersusun. Semoga bermanfaat. Amin. Terima kasih telah berkunjung selengkapnya di :http://cancummeng.blogs.com